Pages

14 Sep 2012

Judisial Coruption (mafia peradilan)


Didalam proses persidangan peran serta seorang hakim sangat menentukan dalam hal memutus seorang terdakwa bersalah atau bebas secara hukum. Disinilah letak permasalahanya. kenapa karena seorang hakim tidak dibatasi atau mempunyai hak penuh untuk mengatakan bahwa dengan suatu perspektif tertentu dengan dalil dan Undang Undang tertentu pula, tetapi kalau hakim mau mebebaskan terdakwa dia juga bisa mengunakan perspektif dengan undang undang yang lain lagi.


Penyusunan yang sangat perspektif itu pula lah sehingga suatu perkara yang sebenarnya tidak sesui hukum dapat terasa benar dan seolah olah putusan tersebut sah secara hukum. Tetapi kalo kita telusuri dengan seksama ternyata bayak sekali putusan seorang hakim yang tidak masuk akal, karnah banyak masuk didalanya unsur unsur kepentingan yang sangat menyesatkan. Ini sebenarnya salah satu kelemah dari segi pemerintahan kita, tapi apa mungkin karnah konsep dari nagar hukum itu adalah adanya konsep tentang trias politika atau apa, sehingga dengan sesuka hatinya seorang hakim dapat memutus perkara tersebut.

Nah.. disinilah letak munculya para mafia peradialan atau bahasa krenya Judisial Coruption, karena dengan perpektif yang bebas tersebut sehingga seorang hakim dalam mengambil suatu putusan dapat melakukan negosiasi terlebih dahulu atau perjanjian maksiat antara hakim dengan terdakwa tentunya dengan imbalan sejumlah uang atau bisa jadi perjanjian kontrak politik.

Banyak sekali permasalaha yang muncul karena ulah hakim, dan banyak pula para pejabat yang nyata nyata melakukan tindak pidana tetapi tidak sama sekali tersentuh oleh hukum, memang kita tidak boleh mengatakan seorang pejabata melangara hukum karena ada asas praduga tidak bersalah. ini juga yang sebenarnya menimbulkan dilema dalam sistim hukum kita. dalam konstitusi kita telah di sebutkan denga jelas bagaimana konsep negara kita, yaitu : dalam undang undang dasar

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil perubahan menyebutkan bahwa :
Indonesia adalah "negara hukum"
tanpa mencantumkan lagi kata rechtsstaat di dalam kurung seperti yang ada di dalam Penjelasan sebelum diamandemen. Itu harus diartikan bahwa negara hukum Indonesia menerima asas kepastian hukum (titik berat pada rechtsstaat) sekaligus asas rasa keadilan (titik berat pada the rule of law). Pengartian yang demikian dipertegas pula di dalam Pasal 28H yang menekankan pentingnya kemanfaatan dan keadilan.

sehingga tidak ada kejelasan yang mana sih yang di sebut dengan konsep negara hukum tersebut, didalam undang ndang lain entah itu kitap undang undang hukum pidana atau apa lah, tidak ada sama sekali tercantum bagaimana pengertian dari konsep negara hukum tersebut.
Maka dari itu dalam hukum moderen sekarang ini asas kepastian hukum tidak bisa kita jadikan sebagai dasar dalam mengambil suatu keputusan, karena seorang hakim dalam mengambil keputusan harus didasarkan dengan asas keadilan dan asas manfaat suatu putusan, sehingga aksi aksi mafia peradilan sedikit dapat ditekan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar..!