Pages

12 Jan 2012

Perlindungan HAM sejak lahirnya UU HAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Manusia sebagai Mahkluk Tuhan telah diberi hak kodrati sebagai hak dasar yang melekat dalam diri manusia sejak lahir, Hak dasaar yang dimiliki manusia tersebut sering terabaikan dan bahkan sering terampas oleh manusia lainnya, hak dasar itulah yang kemudian disebut Hak Asasi Manusia (HAM). Hak Asasi Manusia itu kemudian menjadi sesuatu yang sangat berharga, ketika tidak dilindungi oleh Negara, Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia akan menyebabkan terjadinya banyak masalah ,pengetahuan atas martabat alamiah dan Hak-Hak yang sama dan tidak terasingkan dari semua anggota keluarga kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan, keadilan, perdamaian abadi didunia.


Selanjutnya dalam piagam PBB pasal 2 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas semua Hak-Hak dan kebebasan sesuai dengan aturan yang berlaku dengan taka da pengecualian apapun seperti misalnya, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan milik kelahiran atau kedudukan lain.

Dalam sebuah Negara demokrasi, pelaksanaan perlindungan HAM diatur dalam konstitusi. Di Indonesia pengaturan HAM di atur dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999. Secara umum HAM dapat diartikan sebagai hak yang hakiki yang merupakan anugerah Tuhan yang Maha Esa, yang melekat dalam diri manusia sejak lahir. oleh karena itu, setiap pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi akan diproses secara hukum yang sesuai dengan pengaturan Undang- undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Maka yang menjadi perumusan masalah disini adalah apa bentuk-bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999, jenis-jenis pelanggaran dan proses peradilan HAM di Indonesia serta pengaturan Hak Asasi Manusia berdasarkan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia yang di atur dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999, untuk mengetahuij enis pelanggaran dan proses peradilan HAM di Indonesia serta untuk melihat pengaturan HAM berdasarkan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia. Penulis melakukan penelitian kepustakaan dan memakai metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu jenis penelitian yang didasarkan pada literatur-literatur kepustakaan dan selanjutnya diolah dengan menggunakan analisa kualitatif. Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM dan bentuk pelanggaran HAM berat yang di sebabkan oleh kesewenangan penguasa atau aparatur negara, kesengajaan untuk melakukan pelanggaran HAM dan pertentangan antara kelompok masyarakat. Adapun saran yang ingin penulis sampaikan adalah hendaknya dalam pelaksanaan perlindungan HAM sebaiknya mempedomani aturan-aturan dan perundang- undangan yang berlaku serta seluruh komponen masyarakat harus dapat mengimplementasikan aturan-aturan Undang-Undang no 39 tahun 1999 tentang HAM dalam kehidupan sehari-hari.






BAB II
PEMBAHASAN


1.      Pengertian Hak Asasi Manusia Menurut UU No. 39 Tahun 1999

Hak Asasi Manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Suproatnoko (2008;125), Hak Asasi Manusia adalah hak dasar milik manusia, bersifat universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa sejak hidup dalam kandungan atau rahim, dan hak kodrati atau asasi yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.

1.1.   Hak Asasi Manusia dalam UU No. 39 Tahun 1999

Hak Asasi Manusia di Indonesia didasarkan pada falsadah dan ideology pancasila, pembukaan UUD 1945, batang tubuh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No, 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi manusia. UU No, 39 Tahun 1999 mencantumkan asas-asas dasar Hak Asasi Manusia diantaranya: Beberapa asas dasar Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 adalah :

a.       Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum.

b.      Setiap orang berhak atas perlindungan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasr manusia, tanpa diskriminasi


c.       Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hokum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalah Hak asasi Manusia  yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun.

d.      Setiap orang diakui setiap pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama dengan mertabat kemanusiaannya di depan hukum.
e.       Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dan pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.
Secara operasional hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia Indonesia dalam UU No. 39 Tahun 1999 meliputi:
a.       Hak hidup (Pasal 9),
b.      Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10),
c.       Hak mengembangkan diri (Pasal 11-16),
d.      Hak memperoleh keadilan (Pasal 17-19),
e.       Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20-27),
f.       Hak atas rasa aman (Pasal 28-35),
g.      Hak atas kesejahteraan (Pasal 36-42),
h.      Hak turut serta dalam pemerintah (Pasal 43-44),
i.        Hak wanita (Pasal 45-51), dan
j.        Hak anak (Pasal 52-66).
Pelaksanaan hak asasi manusia juga menyangkut hal-hal yang berkaitan dengankewajiban dan tanggung jawab pemerintah, yaitu:

a.       Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.
b.      Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan-keamanan negara, dan bidang lain.
c.       Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuandan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain,kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.
d.      Tidak satu ketentuan pun dalam undang-undang ini boleh diartikan bahwa pemerintah, aprtai politik, golongan, atau pihak mana pun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam undang-undang.
      2.      Pengaturan Hak Asasi Manusia berdasarkan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
2.a. Dalam UUD tahun 1945
Negara kita adalah Negara Pancasila yang berasaskan kekeluargaan sebagai Negara hokum yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia  tahun 1945 sehingga hak hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filoofis tentang manusia yang melatar belakangi, menurut pancasila hakikat manusia tersusun atas jiwa dan raga kedudukan kodrat sebagai mahkluk Tuhan yang Maha Esa dan makhluk pribadi apapun sifat kodratnya sebagai makhluk individu dan makhluk social.
            Pada rentang waktu berdidirinya Negara Indonesia dalam kenyataan secara resmi deklarasi HAM bangsa Indonesia telah terlebih dulu dirumuskan yang dinyatakan dalam UUD 1945 daripada deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, Hal ini merupakan fakta dunia bahwa bangsa Indonesia sebelum tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia sedunia PBB, telah mengangkat Hak Asasi Manusia dan melindungi dalam kehidupan Negara yang tertuang dalam UUD 1945

      3.      Supremasi Hukum Dalam Rangka Peningkatan Perlindungan HAM

Perlu dicatat, bahwa dari segi hukum, dalam sepuluh tahun terakhir ini ada sejumlah kemajuan penting mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti diketahui, ada sejumlah produk politik yang penting tentang HAM. Tercatat mulai dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/1998, kemudian amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah memasukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, UU No, 39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah dapat dijadikan dasar konstitusional untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM. Adanya undang-undang tentang HAM dan peradilan HAM, merupakan perangkat organik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau sebaliknya penegakan supremasi hukum dalam rangka perlindungan HAM. Semua ini melengkapi sejumlah konvenan PBB tentang HAM seperti tentang hak-hak perempuan, hak anak atau kovenan tentang anti diskrimnasi serta kovenan tentang anti tindakan kekejaman yang sudah diratifikasi.

Saya sendiri memang kurang puas dengan pasal-pasal tentang HAM yang sudah tercantum dalam UUD 1945. tetapi, menurut hemat saya, akan lebih baik kalau pasal-pasal inti dari DUHAM, kovenan hak sipil dan politik, dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya secara komprehensif dimasukkan ke dalam UUD 1945. Namun demikian, dimasukkannya sejumlah hak dalam UUD 1945 tersebut dengan sendirinya mengandung makna simbolik dan menjadi dasar bagi diratifikasinya, khususnya dua kovenan yang amat monumental yaitu kovenan hak sipil dan politik serta kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya berikut protokol-protokolnya sebagaimana yang sudah diagendakan dalam Rencana Aksi Nasional HAM sejak 1998 walaupun tampaknya tidak berjalan dengan baik.

Adanya Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) dan peradilan HAM patut dicatat sebagai perangkat kelembagaan dasar peningkatan upaya penghormatan dan perlindungan HAM dengan peningkatan kelembagaan yang dapat dikaitkan langsung dengan upaya penegakan hukum. Saya mencatat, memang masih banyak kelemahan dari kedua lembaga tersebut, akan tetapi dengan adannya Komnas HAM dan peradilan HAM dengan sendirinya upaya-upaya peningkatan penghormatan dan perlindungan HAM ini memiliki dua pijakan penting, yaitu pijakan normatif berupa konstitusi dengan UU organiknya serta Komnas HAM dan peradilan HAM yang memungkinkan berbagai pelanggaran HAM dapat diproses sampai di pengadilan. 

Dengan demikian, maka perlindungan HAM dapat diletakkan dalam kerangka supremasi hukum. Dengan demikian pula apa yang saya katakan di atas “perjuangan harus dipahami sebagai komitmen nasional” memperoleh pijakan legal, konstitusional dan institusional dengan dibentuknya kelembagaan yang berkaitan dengan HAM dan hukum. Namun demikian tidak berarti bahwa perjuangan HAM sebagaimana dilakukan lembaga-lembaga di luar negeri tidak penting. Peran masyarakat tetap penting, karena institusi Negara biasanya memiliki kepentingannya sendiri. Lebihlebih bila dilihat dari logika penegakan HAM, dengan kekuasaan yang dimilikinya Negara, lebih khusus aparat pemerintah -terutama yang berurusan dengan keamanan dan pertahanan, termasuk yang paling potensial melakukan pelanggaran HAM. Tetapi sebaliknya Negara termasuk aparat kekuasaannya (Polisi dan Tentara) berkewajiban, bukan hanya melindungi, menghormati dan memberi jaminan atas HAM akan tetapi bila dilihat dari penegakan supremasi hukum maka pemerintah dituntut untuk semakin menyempurnakan dan membenahi perangkat hukum dan perundang-undangan yang kondusif bagi penegakan HAM.
Kalau demikian halnya, kemudian muncul agenda besar.

Pertama, menyempurnakan Produk-produk hukum, perundang-undangan tentang HAM. Produk hukum tersebut perlu disesuaikan dengan semangat konstitusi yang secara eksplisit sudah memberi dasar bagi perlindunan dan jaminan atau HAM. Termasuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi/kovenan internasional tentang HAM, baik dari segi materi tentang HAM-nya itu sendiri maupun tentang kelembagaan Komnas HAM dan peradilan HAM.

Kedua, melakukan inventarisasi, mengevaluasi dan mengkaji seluruh produk hukum, KUHP dan KUHAP, yang berlaku yang tidak sesuai dengan HAM. Banyak sekali pasal-pasal dalam berbagai UU yang tidak sesuai, bahkan bertentangan dengan HAM. Termasuk UU yang dihasilkan dalam lima tahun terakhir ini. Hal ini sebagai konsekuensi dari watak rejim sebelumnya yang memang anti-HAM, sehingga dengan sendirinya produk UU-nya pun sama sekali tidak mempertimbangan masalah HAM. Dalam konteks ini, maka agenda ini sejalan dan dapat disatukan dengan agenda reformasi hukum nasional dan ratifikasi konvensi/kovenan, internasional tentang HAM yang paling mendasar seperti kovenan sipil-politik dan kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya berikut protocol operasionalnya. Dari segi ukuran maupun substansi serta permasalahannya hal ini merupakan agenda raksasa. Untuk itu pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan masyarakat yang memiliki perhatian yang sama seperti kalangan LSM bidang hukum. Dan untuk itu pula perlu dibuat skala prioritas supaya perencanaannya realistis dan pelaksanaannya dilakukan bertahap.

Ketiga, mengembangkan kapasitas kelembagaan pada instansi-instansi peradilan dan instansi lainnya yang terkait dengan penegakan supremasi hukum dan perlindungan HAM. Dalam kesempatan ini, saya tidak ingin ikut membicarakan persoalan memburuknya kondisi system peradilan kita, akan tetapi yang perlu diprioritaskan dalam pengembangan kelembagaan ini adalah meningkatkan kapasitas hakim, jaksa, polisi, panitera dan unsur-unsur pendukungnya dalam memahami dan menangani perkara-perkara hukum yang berkaitan dengan HAM. Termasuk di dalamnya mengenai administrasi dan pelaksanaan penanganan perkara-perkara hukum mengenai pelanggaran HAM. Ini harus disadari betul mengingat masalah HAM baru masuk secara resmi dalam beberapa tahun terakhir ini saja dalam sistem peradilan kita. Bahkan, perlu diakui secara jujur masih banyak, kalau tidak mau dikatakan pada umumnya, aparat penegak hukum kita yang tidak memahami persoalan HAM. Lebih-lebih untuk menangani perkara hukum di peradilan yang pembuktiannya amat pelik dan harus memenuhi standar Komisi HAM PBB. Oleh sebab itu institutional capacity building di instansi-instansi Negara yang terkait dengan masalah HAM ini menjadi amat penting dan mendesak.

Keempat, penting juga diagendakan adalah sosialisasi dan pemahaman tentang HAM itu sendiri, khususnya di kalangan pemerintahan, utamanya di kalangan instansi yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah HAM. Sosialisasi pemahaman HAM ini, lagi-lagi merupakan pekejaan raksasa, dan sangat terkait dengan penegakan profesionalisme aparat di dalam melaksanakan bidang kerjanya. Gamangnya aparat pemerintah dalam mengurusi dan ber-urusan dengan masyarakat yang partisipasi politik dan daya kritisnya makin meningkat ini disebabkan, antara lain bukan semata-mata karena kurang memahami masalah HAM, akan tetapi juga karena mereka umumnya kurang dapat melaksanakan ramburambu profesionalismenya. Ini berlaku bagi aparat sipil maupun aparat keamanan.

Kelima, tentu saja kerjasama dengan kalangan di luar pemerintahan, terutama kalangan Ornop/LSM, akademisi/perguruan tinggi dan kalangan masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian terhadap penegakan hukum dan HAM seharusnya menjadi agenda yang terprogram dengan baik. Bukan saatnya bagi instansi pemerintah tertutup dengan kalangan masyarakat sebagaimana terjadi di masa lalu. Dalam kerangka mengembangkan iklim yang lebih demokratis, kini saatnya kalangan pemerintah, bersikap lebih terbuka kepada masyarakat, lebih-lebih untuk keinginan bersama memajukan HAM dalam konteks penegakan hukum. Perlu disadari bahwa kalangan di luar pemerintah, seperti lembaga LBH /YLBHI, sudah lama berkecimpung di bidang penegakan HAM, sejak ketika HAM masih dipandang sebagai masalah sensitif atau bahkan subversif secara politik. Pengalaman panjang mereka dapat dimanfaatkan untuk penyempurnaan kebijakan pemerintah dalam penegakan HAM.



BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan

Bentuk Perlindungan Hak Asasi Manusia yang diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia adalah tentang hak hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri , hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, ha katas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, ha katas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak. Serta bentuk perlindungan yang diberikan terhadap Aktivis HAM di Indonesia.
Permasalahan Ham sangat urgensi bagi kehidupan masyarakat baik itu masyarakat dalam lingkup hokum nasional maupun Negara diseluruh penjuru dunia, maka oleh sebab itu penegakan Hak Asasi Manusia dalam system pemerintahan harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam hokum nasional yakni menegakan hak kemanusiaan, perlindungan Ham sejal lahirnya UU HAM belum menemui jati dirinya bahkan kurangnya pengimplementasian UU HAM dalam beberapa kasus HAM di Indonesia dikarenakan factor-faktor tingginya kekuasaan yang menempel di hokum, oleh sebab itu perlulah pengkajian secara khusus dan sistematik yang menggerakan UU HAM tersebut berlaku secara umum tanpa intervensi pihak lain.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

v  Aries, Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Manda Maju. Bandung, 2001
v  A Gunawan Setiarjo, HAM berdasarkan Ideologi Pancasila, Kominas, Yogyakarta, 1993
v  Bambang, Sunggono, Metodologi Penelitian, Rajawali Press, Jakarta, 1996
v  Davidson, Scott, Hak Asasi Manusia, Graffiti, Jakarta, 1994
v  Didi Nazmi, Yunas, Konsepsi Negara Hukum Indonesia, Padang, 1992
v  Kaelan, Kajian Tentang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Hasil Amandemen, Yogyakarta, 2002
v  Kansil, CST, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989
v  Marzuki, Darusman, Konsep Hak Asasi Manusia Berdasarkan Pancasila, Surabaya, 1995
v  Masyur, Efendi, Dinamika Hak Asasi Manusia, Ghalia Indonesia, Malang, 1993
v  M. Todung, Lubis, Jalan Panjang Hak Asasi Manusia, PT.Gramedia, Jakarta, 2005
v  Muladi, Demokrasi HAM dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habiebie Center, Jakarta 2002
v  Romli, Atmasasmita, Reformasi Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Pengakuan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2001.

3 komentar:

  1. Hai saya mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia artikel yang sangat bagus ..
    terimakasih ya infonya :)

    BalasHapus
  2. AH TERLALU PANJANG MALES BACANYA !
    DAN SULIT UNTUK DIMENGERTI

    BalasHapus

Silahkan Berkomentar..!